Terimakasih Luka

Rahajeng Gunadi
3 min readJan 17, 2022

“Sit with the pain until it passes, and you will be calmer for the next one.” Naval Ravikant

What hurts us is what heals us — Paulo Coelho

Bicara tentang luka, kali ini melemparku ke kutipan salah satu penulis favoritku yaitu Paulo Coelho. Bahwa apa yang menyebabkan kita terluka, pada akhirnya adalah yang juga menyembuhkan kita.

Tentu saja pada awalnya aku tidak serta merta membenarkan hal tersebut. Tidak sedikit contoh dimana luka justru menimbulkan trauma yang sulit hilang. Namun, seiring berjalannya waktu, dengan beberapa kali melalui tahap pendewasaan. Sedikit banyak aku mulai paham dan justru berterimakasih pada luka.

Luka yang kumaksud disini bukan hanya luka fisik seperti lebam atau tergores. Karena luka, adalah sakit yang menetap dalam jangka waktu tertentu di tubuh atau jiwa kita. Jika kita kecewa, patah hati, bahkan depresi, itu juga dapat dikatakan sebagai luka, hanya saja tidak berdarah.

“Be patient and tough; someday this pain will be useful to you” — Ovid

Tahun 2021 adalah tahun pelajaran buatku, karena sepanjang tahun itu aku menemui berbagai jenis luka. Tentu saja kita tidak dapat memilih akan menghadapi keadaan seperti apa saat ini. Bahkan, kita tidak tahu luka apa yang menunggu kita dalam hitungan menit ke depan.

Sama seperti kelahiran dan kebahagiaaan. Kekecewaan, patah hati, dan harapan yang tidak sesuai dengan yang kita inginkan adalah sesuatu yang tidak bisa kita pilih dan sifatnya sementara. Sama seperti kamu, aku pun mengalaminya.

Seperti halnya Filsafat stoicism, hal-hal tersebut adalah faktor eksternal yang tidak bisa kita kendalikan. Namun, cara kita menyikapi faktor eksternal tersebut adalah hal yang berada dalam kendali kita. Cara kita menyikapi luka batin, psikologis, psikis, memang tidak semudah apa yang terucap secara teori maupun tertulis dalam data, bahkan perlu waktu yang tidak sebentar. Namun, bukan berarti kita tidak bisa melakukannya.

The pain will leave once it has finished teaching you

Aku pernah tergores pisau ketika sedang memotong buah-buahan. Aku juga pernah tersiram air panas dibagian perut yang meninggalkan bekas luka yang tidak bisa hilang. Aku pernah kecewa dan patah hati terhadap suatu hubungan, bahkan kecewa dengan diriku sendiri yang bermimpi dengan tidak logis.

Semua luka itu mengalami metamorfosis dari sakitnya hingga sembuhnya. Selama tahap penyembuhan itu pula, kita belajar menerima dan mengoreksi diri agar tidak terjadi hal yang sama di masa depan. Jika kamu tersiram air panas atau terbakar api. Tidak mungkin kan kamu sengaja menyiramkan air panas atau memasukan anggota tubuhmu ke api lagi?

Sakit pada luka akan hilang seiring kita menyembuhkannya, berdamai dengan lukanya, dan menerima hasilnya. Memang banyak luka yang justru meninggalkan bekas. Namun pada luka yang bukan fisik, hal itu menjadikan diri kita menjadi orang baru, yang lebih hati-hati, dan mengerti caranya bersikap jika luka tersebut terulang di kemudian hari.

Bekas luka karena aku pernah digigit ular beracun di tahun 2007, kulitku tercabut dan tertinggal ditaring ular itu dan bekas lukanya tidak bisa hilang. Namun, aku justru berterimakasih karena aku jadi memiliki cerita dari luka yang ada.

Tahun 2007 aku digigit ular berbisa. Aku harus meminum serum penangkal agar racunnya tidak menyakitiku lebih parah. Tadinya aku sangat takut ular, tapi entah kenapa setelah sembuh aku merasa ular bukan lagi ancaman. Aku akan berhati-hati dan lebih tenang jika melihat dan berhadapan dengan ular.

Luka yang kubawa ini kelak akan menjadi cerita pembelajaranku yang berharga. Tidak hanya lukanya yang bermetamorfosis untuk sembuh, tetapi kita juga bermetamorfosis dari diri kita sebelumnya menjadi diri kita yang baru.

Jadi apapun luka yang sedang, dan sudah kamu lewati. Percayalah bahwa luka tersebut akan menyembuhkanmu di kemudian hari. Setiap luka yang kita bawa tidak dimiliki oleh orang lain. Kita sama-sama patah hati, sama-sama kecewa, tetapi porsi dan rasa sakit yang kita alami berbeda. Cara kita menyikapinya pun berbeda, namun tujuannya sama, agar kita tetap bahagia.

Maka terimakasih luka, karena luka itu, kamu, aku, sudah bertahan dari ratusan atau bahkan ribuan sakit yang pernah singgah. Terimakasih sudah bertahan. Karena luka-luka tersebut sedikit banyak adalah apa yang menjadikan diri kita seperti sekarang. Terimakasih untuk kita, karena sudah bersikap, dan lebih hati-hati, dan tidak mengulangi hal yang sama.

Terimakasih karena sudah bijaksana untuk diri sendiri.

Bertahan dan bermetamorfosis lah selalu

--

--

Rahajeng Gunadi

Author, writer, entrepreneur. Poetry ‘Peluk, Dekap, Rengkuh (2020)’